November 22, 2018

Kota Malang Minim Objek Wisata?

Kota Malang Minim Objek Wisata, Hanya Kampung Warna-Warni Jodipan?


Kota Malang merupakan tempat tujuan wisata yang banyak menyedot antusias wisawan domestik maupun luar negeri. Namun, belakangan ini Kampung Warna-Warni Jodipan menjadi objek wisata yang paling ramai dikunjungi di Kota Malang.

Lain halnya dengan Kabupaten Malang yang banyak sekali ditemukan pantai-pantai,coban atau air terjun dsb. Dalam hal ini, Kota Malang hanya sedikit mempunyai objek wisata. Beberapa tenggelam karena sudah dianggap kurang menjual dan kurang terawat. Kota Malang dahulu punya tempat wahana rekreasi keluarga sebut saja, Senaputra, Taman Wisata Rakyat ( Tawira ) sekarang berubah menjadi Taman Rekreasi Kota ( Tarekot ), Splendid Pasar Burung, dsb.

Adanya Kampung Warna-Warni Jodipan menjadi pilihan dan sekaligus pengobat rindu akan hadirnya tempat wisata di Kota Malang. Belakangan juga sedang dikonsep tempat wisata baru layaknya Kampung Warna Warni Jodipan yakni Kampung Biru yang terletak bersebelahan dengan Kampung Warna Warni Jodipan.

Alun-Alun Kota Malang juga merupakan objek wisata yang sudah diperbaharui oleh pemerintah setempat. Kita juga bisa melihat bangunan kuno bekas kolonial di dekatnya yakni Gereja Immanuel yang letaknya bersebelahan dengan Masjid Agung Jamik Malang. Agak bergeser yang masih di seputaran Alun Alun Malang juga terdapat Gereja Kathedral Kayutangan, di depannya juga terdapat Toko Oen yang terkenal karena sudah ada sejak jaman dahulu.

Tak jauh dari alun-alun kita juga bisa mengunjungi alun alun yang lainnya yakni Alun-Alun Tugu, warga setempat biasa menyebutnya dengan Alun-Alun Bunder. Di tempat ini kita akan disuguhkan dengan Monumen Tugu yang dibangun era kepemimpinan Bung Karno sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kota Malang dengan hadirnya gedung-gedung pemerintahan seperti Balai Kota Malang, Gedung DPRD Kota Malang dan beberapa Sekolah Menengah Atas.

Banyak pengunjung biasanya meluangkan waktu pada sore hari dan malam hari untuk menikmati suasana di tempat ini. Umumnya beberapa warga dari kota lain yang baru datang melalui Stasiun Kota Baru yang letaknya segaris dengan Alun-Alun Tugu sendiri. 

Kota Malang sendiri merupakan salah satu kota yang besar pada jaman kolonial dahulu. Hal ini dibuktikan dengan masih banyak bangunan-bangunan jaman kolonial yang tersebar di berbagai penjuru sudut kota. Salah satunya yang terbesar adalah di kawasan Idjen Boulevard yang saat ini digunakan untuk kegiatan Car Free Day dan Pasar Minggu. 

Apabila ingin berbelanja jangan khawatir di Kota Malang sendiri juga banyak terdapat beberapa Mall dan pusat perbelanjaan yang dibangun. Salah satunya yang terkenal adalah Malang Town's Square, Mall Olypic Garden, dan Malang City Point. Letaknya juga tak jauh dari pusat kota.

Kota Malang tidak hanya identik dengan Kampung Warna Warni Jodipan. Masih banyak tempat menarik yang bisa dikunjungi. Beberapa tempat mungkin masih kurang terawat oleh pemerintah setempat, namun banyak juga destinasi wisata yang terawat dan masih terjaga nilai sejarahnya.

Malang Nominor Sursum Moveor
Malang Namaku Maju Tujuanku

November 18, 2018

Pantai Indrayanti Gunung Kidul dan Kontroversinya

Pantai Indrayanti Gunung Kidul dan Kontroversinya


Pantai Pulang Sawal (Pantai Indrayanti) atau disingkat dengan Pantai Pulsa adalah salah satu pantai yang menarik dan eksotis berada di Dusun Ngasem, Desa Sidoharjo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi Pantai Indrayanti, Kabupaten Gunungkidul terletak tepat di sisi timur Pantai Sundak. Keduanya dibatasi oleh perbukitan karang. Pantai Indarayati menawarkan keindahan panorama yang unik dibanding pantai-pantai lain di Gunungkidul.

Awalnya, pantai ini dikenal dengan Pantai Indrayanti. Penyebutan nama Pantai Indrayanti sebelumnya menuai banyak kontroversi. Indrayanti bukanlah nama pantai, melainkan nama pemilik cafe dan restoran. Berhubung nama Indrayanti yang terpampang di papan nama cafe dan restoran pantai, akhirnya masyarakat menyebut pantai ini dengan nama Pantai Indrayanti. Sedangkan pemerintah menamai pantai ini dengan nama Pantai Pulang Sawal. Namun nama Indrayanti jauh lebih populer dan lebih sering disebut daripada Pulang Saawal. Keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan Pantai Indrayanti rupanya turut membawa dampak positif. Berbeda dengan pantai-pantai lain yang agak kotor, sepanjang garis pantai Indrayanti terlihat bersih dan bebas dari sampah. Hal ini dikarenakan pengelola tak segan-segan menjatuhkan denda sebesar Rp. 10.000 untuk tiap sampah yang dibuang oleh wisatawan secara sembarangan. Karena itu Indrayanti menjadi tempat yang nyaman untuk dikunjungi.

Pantai Indrayanti Gunung Kidul dan Kontroversinya

Pantai Indrayanti terletak bersebelahan dengan Pantai Sundak tepatnya di Desa Sidoharjo, Kecamatan Tepus, Kabupatan Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Kalau ditempuh dari Yogyakarta pantai ini berjarak lebih dari 70 km dengan waktu sekitar 2 jam.

Jika menggunakan kendaraan umum memakai bus jurusan Yogya – Wonosari sebesar Rp.7.000,- turun di terminal kemudian mencari angkutan ke Panti Indrayanti. Apabila menggunakan kendaraan pribadi : Dari Yogyakarta anda bisa melewati jalut Jalan Imogiri Barat – Panggang – Saptosari – Pantai Baron – Pantai Kukup – Tepus – Pantai Krakal – Pantai Indrayanti. Namun bisa juga Dari Yogyakarta langsung ke kota Wonosari setelah itu anda akan menemukan penunjuk arah ke pantai Indrayanti. Jarak loket retribusi dengan pantai Indrayanti 9 km.

Untuk menuju Pantai Indrayanti Kabupaten Gunungkidul, perjalanan terbilang mudah karena jalan telah beraspal halus. Tetapi Anda tetap disarankan untuk membawa kendaraan sendiri atau menyewa kendaraan, sebab dari pusat Kota Yogyakarta masih belum tersedia angkutan umum.

Pantai Indrayanti Gunung Kidul dan Kontroversinya
Pantai Sundak
Apabila ingin menjelajahi Gunung Kidul jangan lupa untuk mengunjungi pantai-pantai yang ada di daerah ini. Selain dari Pantai Indrayanti, Gunung Kidul juga mempunyai pnatai-pantai yang lain yang tak kalah eksotis dan masih terlihat bersih dan terawat. Diantaranya adalah Pantai Siung, Pantai Pok Tunggal, Pantai Sundak, Pantai Krakal, Pantai Baron dan masih banyak yang lainnya.

Beberapa sumber disadur dari Wikipedia dan njogja.co.id.
Foto Dokumentasi pribadi.

Masjid Menara Kudus | Akulturasi Hindu-Buddha-Islam

Masjid Menara Kudus | Akulturasi Hindu-Buddha-Islam

Masjid Menara Kudus adalah masjid kuno yang dibangun oleh Sunan Kudus sejak tahun 1549 Masehi (956 Hijriah). Lokasi saat ini berada di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Ada keunikan dari masjid ini karena memiliki menara yang serupa bangunan candi serta pola arsitektur yang memadukan konsep budaya Islam dengan budaya Hindu-Buddha sehingga menunjukkan terjadinya proses akulturasi dalam pengislaman Jawa.

Sehari-hari, peziarah berkunjung ke masjid ini untuk beribadah sekaligus ziarah ke makam Sunan Kudus yang terletak di sisi barat kompleks masjid. Selain itu, masjid ini menjadi pusat keramaian pada Festival Dhandhanganyang diadakan warga Kudus untuk menyambut bulan suci Ramadan.

Uniknya Menara Kudus memiliki ketinggian 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu jati yang mungkin dibuat pada tahun 1895 M. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian: (1) kaki, (2) badan, dan (3) puncak bangunan. Menara ini dihiasi pula antefiks (hiasan yang menyerupai bukit kecil).

Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug.

Pada bagian puncak atap tajug terdapat semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada unsur arsitektur Jawa-Hindu

Masjid Menara Kudus | Akulturasi Hindu-Buddha-Islam
gerbang menuju makam Sunan Kudus
Di dalam komplek Masjid Menara Kudus juga terdapat makam salah satu Wali Songo yakni Sunan Kudus dan beberapa sanak kerabatnya juga dimakamkan di tempat ini. Sunan Kudus merupakan salah satu wali yang dikenal alim dan mempunyai ilmu kebatinan tingkat tinggi. Tak heran banyak peziarah yang datang setiap harinya di makam untuk mendoakan beliau. Kepadatan para peziarah dari seluruh penjuru negeri membuat ekonomi penduduk sekitar semakin meningkat. Terbukti dengan adanya toko-toko yang berjualan aneka macam aksesori Islami muali dari jilbab,tasbih,alat perangkat sholat dsb.

Beberapa kutipan sejarah disalin dari Wikipedia.

November 17, 2018

Menikmati Secangkir Kopi di "Surga"

Dikisahkan pada suatu masa di surga yang tenang dan begitu indah, Cak Nun bercengkrama dengan beberapa orang diantaranya beliau adalah Bung Karno, Gus Dur, Gus Mus, dan beberapa orang lainnya.

Menikmati Secangkir Kopi di "Surga"


Sembari menikmati kopi panas dan sajian pisang goreng, tampaknya mereka tidak sedang berdiskusi topik apapun hanya guyonan khas mereka yang saya dengarkan. 

Oh iya, saya ceritanya menjadi tukang bikin kopi semacam office boy disini hehe, Cak Nun bilang waktu itu ketemu saya di gerbang antara neraka dan surga, keliahatan bingung, Cak Nun akhirnya mengajak saya ke surga.

"timbang suwung awakmu ndek kene ae gaekno aku kopi" ujar Cak Nun saat itu

Ketika saya sedang bersantai menikmati sebatang rokok, tiba-tiba terdengar suara dari jauh orang sedang tergesa-gesa dan nafasnya ngos2an. Sambil menghela nafas beliau bilang

"Juancuk, neroko puanase pol, gak betah aku, aku tak disini aja, enak adem"

"Samean iki sopo kok moro-moro teko rene?" tanya saya

"lho aku nyusul Cak Nun, aku gak betah, ndek kono ongkep, enak ndek kene adem ono kopine" ujarnya

"Jancuk, samean presiden teko negoro kuwi ya, samean dungaren gawe serban,pangling aku", saya terdiam, sambil melanjutkan menghisap rokok

"Jancuk ndasmu, topiku kari ndek neroko cuk, mau rene di kek i serban aku"


Rupanya beliau ini adalah Sudjiwo Tejo, Presiden dari negeri Jancukers, karena berisiknya percakapan saya dengan beliau, Cak Nun menghampiri kami dan mempersilakan beliau untuk gabung.

"Anu, gaekno kopi gawe wong iku mau ya, seng pait tur panas" ujar Cak Nun

"Njeh mbah, kok wong niku saget mlebu ten mriki to mbah? " tanya saya

"Alah bahno wes, sakno timbang plonga plongo kepanasen ndek kono

"Eee lha njeh mbah wong ora tau ibadah kok iso mlebu kene"

"Lha awakmu kok iso mlebu kene?"

"Jancuk, iyo yo mbah, Tuhan Maha Asyik" jawabku sambil cengengesan

Itulah beberapa drama dan kejadian menarik di surga versi saya, mungkin juga saya tidak kuat dengan neraka, dan tidak pantas juga menikmati sajian surga. Namun, mengharap ibadah dengan tujuan surga adalah tidak penting karena tujuan kita adalah Gusti Allah. Wong suwung seperti saya mungkin plonga plongo di neraka maupun di surga. Akan tetapi hati akan menjadi tenang apabila saya ada di sisi Allah SWT.

Salam dari surga